Jelang Masa Tenang Pilkada, Marak Spanduk Provokatif

Spanduk bertuliskan ajakan melawan kesombongan penguasa beredar di wilayah Sragen (rumahjurnalis.com/raffi arkana)

RUMAHJURNALIS.COM - Sepekan menjelang masa tenang Pilkada Sragen, masih marak pemasangan spanduk bernada provokatif. Spanduk liar bertuliskan ajakan melawan penguasa sombong beredar di sejumlah lokasi di Kabupaten Sragen.

Spanduk yang diduga dipasang pendukung salah satu pasangan calon (paslon) ini mengarah pada sosok tertentu. Spanduk itu diketahui terpasang di beberapa titik seperti Kecamatan Gondang, Karangmalang, Sidoharjo dan beberapa lokasi lainnya. 

Spanduk itu bertuliskan: Mari Kita Lawan Kesombongan Penguasa. Sigit Pamungkas-Suroto, Kita Buktikan Anak Petani Bisa menjadi Bupati. Ketua Harian Tim Pemenangan Sigit-Suroto, Mukafi Fadli saat dikonfirmasi Sabtu (16/11/2024) mengaku tidak tahu-menahu siapa yang memasang spanduk itu. Dia juga tidak mengetahui siapa inisiator atau yang memiliki ide tulisan tersebut.

Spanduk provokatif marak di Sragen (rumahjurnalis.com/raffi arkana)

Sementara Ketua Tim Pemenangan paslon Untung Wibowo Sukawati-Suwardi (Bowo-Suwardi), Suparno saat dimintai konfirmasi justru mempertanyakan penguasa sombong yang dimaksud itu siapa. Suparno sebagai Sekretaris DPC Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Sragen melihat spanduk itu mengarah pada pihak tertentu. Dia menyatakan keluarga Ketua DPC PDIP Sragen, Untung Wibowo Sukawati tidak ada yang sombong, mereka baik semua.

"Terserah mereka menafsirkan apa. Selama ini memang ada dua kutub yang bertolak belakang, yakni suka dan tidak suka. Saya heran kenapa ada yang menuding sombong itu dan letak kesombongannya dimana? Dalam situasi politik seperti ini, tidak baik masyarakat kami disuguhi spanduk provokatif seperti itu," jelasnya.

Suparno mengingatkan para petinggi politik agar mengamalkan ajaran Ki Hajar Dewantara yakni ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tutwuri handayani. Dia mengatakan yang di depan bisa menjadi contoh, dan yang di tengah bisa mengayomi lalu yang di belakang bisa mengikuti dan menghargai yang di depan. "Kalau nilai-nilai itu dijadikan perilaku masyarakat maka akan menjadi baik semua," ujarnya.

Dia tidak ingin mencemooh orang, menggunakan kata-kata kasar, dan seterusnya menjadi budaya di Sragen. Dia percaya Sragen merupakan kota seni dan budaya, yang punya harga diri, kalau ada suatu hal yang kecil tidak perlu dibesar-besarkan. "Jadi yang kiranya menyentuh atau menyakiti orang tidak perlu," pintanya.

Suparno menyampaikan pesan dalam spanduk itu sepintas sudah menyerang sosok tertentu. Kemudian anak petani bisa jadi bupati, silakan dibuktikan dulu. Siapa pun bisa jadi bupati tetapi buktikan. 

Suparno mengaku sudah berkoordinasi secara lisan kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sragen tentang peredaran spanduk itu. Dia tidak ingin masyarakat disuguhkan kata-kata yang kurang baik. "Sebagian lokasi katanya sudah dicopoti. Tetapi masih ada yang belum dilepas. Itu sebenarnya indikasinya lebih ke administrasi. Spanduk dilepas selesai," tambahnya. (Raffi Arkana)