Honda dan Nissan Bergabung untuk Melawan Dominasi Industri Mobil Cina

NISSAN-HONDA-MITSUBISHI : CEO Produsen Mobil Nissan, Honda dan Mitsubishi sepakat jajaki lanjutan kolaborasi dalam integrasi bisnis untuk menghadapi persaingan global.(Foto : Global Honda)

RUMAHJURNALIS.COM - Dua produsen mobil Jepang, Honda dan Nissan, mengumumkan rencana untuk bergabung dalam upaya menghadapi persaingan ketat dari industri mobil Cina. Langkah ini berpotensi menciptakan salah satu produsen mobil terbesar di dunia, sejajar dengan Toyota, Volkswagen, General Motors, dan Ford. 

Kesepakatan yang bernilai miliaran dolar ini diinisiasi untuk mengatasi "kebangkitan kekuatan Cina" dalam industri otomotif. CEO Honda, Toshihiro Mibe, mengatakan bahwa rencana strategis harus disiapkan sebelum 2030, atau mereka berisiko tertinggal dari para pesaing. 

"Kebangkitan kekuatan Cina dan munculnya kekuatan baru telah mengubah struktur industri otomotif," ujar Mibe dalam konferensi pers sebagaimana dilansir BBC pada Senin (23/12/2024).

Menjaga Pangsa Pasar Kendaraan Listrik
Merging Honda dan Nissan diharapkan dapat meningkatkan daya saing mereka di pasar kendaraan listrik (EV) yang terus berkembang. Saat ini, pasar tersebut didominasi oleh produsen Cina, seperti BYD, yang mampu menawarkan harga kompetitif berkat biaya produksi yang lebih rendah. 

China kini telah menjadi produsen kendaraan listrik terbesar di dunia. Kenaikan tarif impor kendaraan listrik dari Cina ke Uni Eropa yang akan meningkat dari 10% menjadi 45% selama lima tahun ke depan menunjukkan tekanan global terhadap dominasi Cina di sektor ini. 

Pendapatan Gabungan Mencapai $191 Miliar
CEO Nissan, Makoto Uchida, mengungkapkan bahwa total pendapatan gabungan dari Honda dan Nissan mencapai lebih dari $191 miliar. Kedua perusahaan sebelumnya telah menjalin kemitraan strategis di sektor EV sejak Maret lalu, termasuk kerja sama di bidang baterai dan teknologi lainnya. 

"Pembicaraan ini dimulai karena kami percaya bahwa untuk bertahan menghadapi kekuatan baru, kemampuan kami harus ditingkatkan sebelum tahun 2030. Jika tidak, kami akan tertinggal," tambah Mibe. 

Tantangan Internal Nissan 
Meskipun demikian, merger ini akan bergantung pada pemulihan kinerja Nissan, yang tengah berjuang dengan penurunan penjualan di Cina dan AS. Nissan sebelumnya mengumumkan pemutusan hubungan kerja terhadap 9.000 karyawan dan pengurangan produksi global sebesar 20%. 

Selain itu, Nissan juga masih terbelit dampak skandal finansial yang melibatkan mantan CEO Carlos Ghosn. Ghosn, yang kini berada di Lebanon, menyebut rencana merger ini sebagai langkah panik dan putus asa. 

Mitsubishi Ikut dalam Aliansi
MOU ini juga mencakup pembentukan perusahaan induk bersama antara Nissan dan Honda, yang sebelumnya diumumkan pada 1 Agustus 2023. Sebagai bagian dari merger, Mitsubishi, yang merupakan perusahaan di bawah naungan Nissan, juga akan terlibat. Mitsubishi Motors diharapkan berpartisipasi dalam sinergi ini dan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap upaya integrasi bisnis. Aliansi ini memungkinkan ketiga perusahaan berbagi sumber daya untuk bersaing dengan produsen EV global lainnya seperti Tesla.  

Dalam konferensi pers bersama, ketiga perusahaan mengumumkan kesepakatan awal untuk melanjutkan diskusi berdasarkan kerangka kerja yang telah ditetapkan. Fokus utama kolaborasi ini adalah kecerdasan buatan (AI) dan elektrifikasi di sektor kendaraan listrik (EV). Mitsubishi Motors menargetkan untuk mencapai keputusan final terkait keterlibatan mereka dalam integrasi bisnis ini pada akhir Januari 2025.  

CEO Mitsubishi Motors, Takao Kato, menyatakan optimisme terhadap potensi sinergi yang akan dihasilkan. 

“Dalam era perubahan besar di industri otomotif, diskusi antara Nissan dan Honda mengenai integrasi bisnis akan mempercepat efek maksimalisasi sinergi, memberikan nilai tinggi juga pada bisnis kolaboratif dengan Mitsubishi Motors. Kami akan mempelajari bentuk kerja sama terbaik untuk mewujudkan sinergi ini,” ucapnya seperti yang disampaikan dalam rilis laman resmi Global Honda.

Rencana ini diperkirakan akan menghadapi pengawasan ketat dari pemerintah Jepang, terutama karena dampaknya terhadap tenaga kerja. Selain itu, merger ini kemungkinan besar akan mengakhiri aliansi Nissan dengan produsen mobil Prancis, Renault.(BBC/Global Honda)

Editor : Yudhi Hartomo