Diskusi Publik, KPK Dinilai Mati Suri, Peran Pemberantasan Korupsi Diambil Alih Kejaksaan Agung

RUMAHJURNALIS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai semakin kehilangan taringnya dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Lembaga yang dulu menjadi harapan publik kini dianggap hanya menjadi alat kekuasaan, menyimpang dari semangat awal pendiriannya.
Penilaian itu mengemuka dalam Diskusi Publik Pasang Surut Pemberantasan Korupsi di Indonesia yang digelar Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MARAK) di Omah Sinten, Solo, Jawa Tengah, Jumat (11/7/2025).
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS), Prof. Adi Sulistiyono, dalam paparannya menyebut KPK kini memasuki fase mati suri.
"Tujuan awal KPK sebagai lembaga independen penanggulangan darurat korupsi kini bergeser menjadi penegakan hukum biasa. Ini terjadi sejak diundangkannya UU Nomor 19 Tahun 2019," ungkap Prof. Adi.
Menurutnya, KPK mengalami masa keemasan pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dengan keberhasilan menindak ribuan tersangka korupsi dari berbagai kalangan, mulai dari pejabat legislatif, eksekutif, yudikatif, aparat penegak hukum, hingga kepala daerah. Kepercayaan publik pun mencapai titik tertinggi saat itu.
Berhasil menangani 1.479 tersangka 319 diantaranya anggota DPR, DPRD, 163 wali kota dan bupati maupun wakilnya, 35 kepala lembaga atau kementerian, 29 hakim, 23 gubernur, 16 pengacara, 11 jaksa, 8 komisioner, 8 korporasi, 4 duta besar, dan 4 polisi.
Namun sejak era Presiden Joko Widodo, menurut Prof. Adi, KPK justru dikebiri.
“Pimpinan KPK dijabat oleh polisi aktif, dewan pengawasnya tidak berwibawa, dan banyak pimpinan KPK yang tak punya rekam jejak integritas,” katanya.
Ia menyebut, kondisi ini membuat KPK tidak lagi menarik bagi investor asing dan berdampak pada stagnasi ekonomi nasional.
Prof. Adi juga menilai, kini Kejaksaan Agung justru mengambil alih peran pemberantasan mega korupsi, termasuk pengungkapan kasus-kasus besar di sektor energi dan keuangan.
"Tanpa politik hukum yang konsisten dari Presiden, jangan harap pemberantasan korupsi bisa berjalan optimal. Saya setuju KPK diamandemen, tapi ke depan fokus saja pada penegakan di internal aparat hukum: polisi, jaksa, hakim," tambahnya.
Sementara itu, aktivis LSM anti korupsi Alif Basuki menegaskan bahwa praktik korupsi di Indonesia sudah berlangsung sejak era kerajaan. Korupsi tetap terjadi di era Orde Lama, lalu berkembang menjadi sistematis di masa Orde Baru.
"Di era Reformasi, KPK dibentuk sebagai wujud semangat independen pemberantasan korupsi. Tapi saat ini, korupsi masih jadi masalah serius yang belum juga tuntas meski upaya pemberantasan terus dilakukan," ujar Alif.
Diskusi ini menyoroti pentingnya evaluasi serius terhadap lembaga pemberantas korupsi dan peran negara dalam menciptakan sistem hukum yang konsisten dan berintegritas. (Nana Riyadi)